LAPORAN KASUS SINDROMA NEFROTIK dengan RIWAYAT ISPA

ABSTRAK

Sindroma nefrotik merupakan suatu penyakit dengan kumpulan gejala edema, hiperkolesterolemia, hipoalbuminemia, dan proteinuria. Etiologinya dapat disebabkan : Sindroma nefrotik bawaan, Sindrom nefrotik sekunder, Sindrom nefrotik idiopatik. Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial. Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.6 Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun., 2. Disertai oleh hipertensi., 3. Disertai hematuria., 4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder., 5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid

KASUS

Anak laki-laki 3,5 tahun datang diantar keluarga datang dengan keluhan tubuh bengkak mulai dari wajah sampai kaki sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak demam, tidak sesak nafas, pilek(+), penyakit kulit (-). BAK sedikit warna kuning kecoklatan pekat, tidak nyeri saat BAK

9 HSMRS: pasien batuk pilek, tidak demam, pasien berobat ke puskemas dan diberi obat sirup dan puyer 3 x 1, obat diminum sampai habis, tidak dimuntahkan, setelah minum obat keluhan batuk pileknya berkurang, tapi setelah obatnya habis, batuk pileknya kambuh lagi

Pasien pernah dirawat di RS dengan keluhan serupa, bengkak di wajah dan seluruh tubuh pada umur 2 tahun

Riwayat Penyakit Dahulu :Umur 2 tahun pernah mondok dengan keluhan Bengkak di wajah dengan riwayat sebelumnya batuk pilek yang tidak sembuh-sembuh. Mondok di RS dengan pengobatan yang lama

Vital sign: t=37,50C,N=120x/menit, RR=28x/menit, TD=130/90. Pemeriksaan fisik : Anak tampak rewel, tampak udem seluruh tubuh, palpebra tampak udem, Dinding perut tampak lebih tinggi dari dinding dada, terdapat bunyi redup berpindah pada perkusi abdomen. Terdapat non pitting udem pada lengan dan kaki. Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan Darah: AL: 13,63 x 103 /ul (5-19 x 103 /ul ), Cholesterol total : 266 mg% (150-200 mg% ), Albumin :2,98 g% (3,7-5,2 g%), Pemeriksaan Urin rutin: protein : +3, Sedimen Epitel: 2-3, Lekosit: 0-2, Eritrosit: 1-2, Silinder: corel cyl +

DISKUSI

Pada pasien ini didapatkan gejala berupa bengkak di seluruh tubuh dengan adanya riwayat ISPA sebelumnya, pasien juga sebelumnya pernah mengalami hal serupa, pemeriksaan fisik menunjukkan adanya udem diseluruh tubuh, dan pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya hiperkolesterolemia dan hipoalbuminemia, sehingga dapat ditegakkan diagnosis Sindroma nefrotik pada anak ini. Penyebab sindroma nefrotik pada anak ini kemungkinan disebabkan karena penyakit ISPA yang diderita kemudian menyebabkan reaksi komplek antigen antibody yg kemudian mengganggu fungsi ginjal, yang pada akhirnya menyebabkan gejala gejala berupa edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. pada anak ini diberikan terapi medikamentosa berupa prednison 30 mg setiap hari selama 4 minggu, Bila terjadi remisi pengobatan dilanjutkan prednison 20 mg pagi hari selang sehari selama 4 minggu (alternating dose), Terapi supportif berupa tirah baring dan diuretika, terapi diet berupa: Diet tinggi protein 3-4 g/kgBB/hari dengan garam minimal

Pemantauan : Dengan pemberian prednison atau imunosupresan lain dalam jangka waktu lama, maka perlu dilakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat. Prednison dapat menyebabkan hipertensi atau efek samping lain, dan siklofosfamid dapat menyebabkan depresi sumsum tulang dan efek samping lain. Pemeriksaan tekanan darah perlu dilakukan secara rutin apabila terjadi hipertensi, prednison dihentikan dan diganti dengan imunosupresan laindan hipertensi diatasi dengan obat antihipertensi. Pada pemakaian siklofosfamid diperlukan pemeriksaan darah tepi setiap minggu. Jika terjadi depresi sumsum tulang (leukosit <3.000/ul) maka obat dihentikan sementara dan dilanjutkan lagi jika leukosit > 5000/ul.

Tumbuh kembang. Gangguan tumbuh kembang dapat terjadi sebagai akibat penyakit sindrom nefrotik sendiri atau efek samping pemberian obat prednison secara berulang dalam jangka lama. Selain itu penyakit ini penyakit ini merupakan keadaan imunokompromais sehingga sangat rentan infeksi. Infeksi yang berulang dapat mengganggu tumbuh kembang pasien.

Pemberian Albumin: Kadar albumin serum 1-2 g/dl: diberikan 0,5 g/kgBB/hari; kadar albumin < 1g/dl diberikan 1 g/kgBB/hari

Pada pasien ini dikarenakan kadar albuminnya masih diatas 2 g/dl maka pemberian albumin belum merupakan indikasi.

KESIMPULAN

Sindroma nefrotik merupakan suatu penyakit dengan kumpulan gejala edema, hiperkolesterolemia, hipoalbuminemia, dan proteinuria. Pada kasus didapatkan gejala-gejala, pemeriksaan fisik, dan penunjang yang mendukung sehingga dapat ditegakkan diagnosis sindroma nefrotik. Terapi yang dapat diberikan berupa medikamentosa dengan prednisone dan terapi suportif berupa tirah baring untuk mengurangi edamanya, sedangkan pemberian albumin belum dapat diberikan. Monitoring terhadap efek samping obat, dalam hal ini prednisone yang merupakan golongan kortikosteroid perlu dilakukan, monitoring tumbuh kembang juga perlu dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Ilmu Kesehatan Anak edisi II. FKUI, Jakarta. 1985, halaman 832-834.

2. IDAI. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I 2004. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. 2004. Halaman 192-194.

3. ISO Indonesia volume 43. PT ISFI. Jakarta. 2008.

4. Kaysen GA, 1992. Proteinuria and the nephrotic syndrome. In : Schrier RW, editor. Renal and electrolyte disorders. 4th edition. Boston : Little, Brown and Company pp. 681-726

5. A Report of the International Study of Kidney Disease in Children, 1981. The primary nephrotic syndrome in children : Identification of patients with minimal change nephrotic syndrome from initial response to prednison. J Pediatr 98 : 561.

6. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.

PENULIS

Adhita Kartyanto (20040310010). Bagian Ilmu Kesehatan Anak. RSUD Setjonegoro, Kab. Wonosobo, Jawa Tengah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

penilaian kinerja perawat

CARA MENGHITUNG DOSIS OBAT PADA ANAK

gangguan tidur